Accéder au contenu principal

Loving Mission with “a Spirit of Living Faith”

2134/500

I am a Xaverian brother who comes from Indonesia. After professing my first vows in our Novitiate House (Bintaro) in 2016, I did my year of philosophy in Jakarta for three years. In this current time, I am living in our Theologate House in Manila to study English as my preparation for the next stage of my formation. Last year, I was supposed to leave for Taiwan, but it was canceled due to the covid-19 pandemic. In this article, I would like to share my experience about how I live out the missionary consecration during this precious moment after we postponed the departure for Taiwan.

First of all, I could say that time passes so quickly. The covid-19 pandemic has struck the Philippines for more than one year. Sometimes, I still don’t believe this situation happened; all things that had been already planned were totally changed. There were many things canceled, including some assignments for mission. In my case, it was also the reason why I could not go to Taiwan with other confreres. As we know, some of us were supposed to continue the formation in Taiwan. However, we had to suspend everything because the situation didn’t allow us to go.

Batch Outing

Honestly, I didn’t hope to leave for Taiwan as soon as possible. In the meantime, I started thinking about many possibilities that could happen, including the possibility to continue my theology program in the Philippines. Having decided to believe in God’s will, I perceived the important thing that I have to do is to love this mission with a spirit of living faith in order to live the present moment joyfully. Just like St. Guido M. Conforti said in the Testament Letter, we should have “the spirit of living faith which enables us to see, to seek, and to love God in everything.”

However, to live out the words of the Founder was not easy during that moment. Personally, I was also facing some challenges, especially the ones that came from my own self. I felt bored and confused because I had to wait for the decision for quite a long time. The temptation of being lazy was also among the challenges I faced. Moreover, personal struggle grew within me and I started complaining about the situation that I had to pass through. Simply said, I was not really happy because of this situation.

Visit Jesuit Community

Going back again to the spirit given by our Founder, I then brought everything to the Crucified Jesus. At that time, I didn’t directly receive any answer from my prayer. Sometimes, I didn’t know what to do after I finished my prayer. I didn’t get any insight until one day, I remembered again what Dr. Yap (a teacher in LST) said to me during our retreat last year, “When God says to His missionary “GO”, then we go; but when God says “WAIT”, then we should wait.” At the end, as a missionary I must have a disposition of a disciple and open myself to the will of God so that I can see the good thing of this situation.

Since then, I learned to accept this decision with a grateful heart and to take advantage of this precious moment to renew once again my missionary spirit. From this experience of not being able to go to Taiwan, I eventually understood that God wanted me to be always opened to unpredictable reality of mission and to be ready to face other difficulties and challenges that may come. Furthermore, to live out the missionary consecration also means to live the present moment with the spirit of living faith that “God has a better plan for my vocational journey as a Xaverian”. From that very moment, I decided not to complain anymore, but to live my daily moment joyfully in the community where I belong.

Ekumenical Activity

My days became colorful and I enjoyed doing some practical things that may be useful for the need of mission. Apart from sharpening my ability in English, I also took online course about video editing which was helpful for our online apostolate, especially after we started to live in the new normal where no physical gatherings were allowed. Another thing that I did was to compose some songs which are still saved in personal archive. To fill in my spare time, whenever possible I followed some online activities that are important for my formation as a missionary, for instance virtual meeting of the religious people about how we put into practice the Word of God, interreligious dialogue, and other webinars. Beside that I also join the monthly activity of lay Xaverian in the Philippines.

Finally, I accept this process with an open heart to the guidance of the Holy Spirit. Another thing that helps me facing this situation is the presence of my formators, my spiritual director and my brothers who listen to me, give me some advises, and do the discernment together. The last but not the least, here I would like to underline once again the importance of the community dimension in my formation. Now, my brothers in the community are my closest family to whom I can share many things including this situation. And I believe that their prayers and supports also keep me moving on until now. Therefore, through this moment, I would like also to express my thankfulness to my confreres who live under the same roof with me. This is my experience that I can share with you all, my beloved confreres. United in prayer.

Friwandi Nainggolan sx


Mencintai Perutusan Misi dengan Semangat Iman yang Hidup

Aku adalah salah seorang frater Xaverian dari Indonesia. Setelah mengikrarkan kaul pertama di Rumah Novisiat kita (Bintaro) pada tahun 2016 lalu, aku melanjutkan tahap formasi filsafat di Jakarta selama tiga tahun. Sekarang ini, aku sedang menjalani studi Bahasa Inggris di komunitas teologi Manila sebagai persiapanku untuk melanjutkan tahap formasi selanjutnya, setelah tahun lalu tertunda untuk berangkat ke Taiwan karena pandemi covid-19. Di dalam tulisan ini, aku ingin membagikan pengalaman hidup misioner yang sedang kujalani pada kesempatan yang berharga ini sejak penundaan keberangkatanku ke Taiwan.

Tidak terasa bahwa waktu berjalan begitu cepat. Pandemi covid-19 pun sudah setahun lebih melanda Filipina. Aku kadang tidak percaya tentang situasi ini; segala rencana yang telah tersusun matang langsung berubah total. Bermacam hal harus dibatalkan, termasuk juga keberangkatan ke tanah misi. Itulah sebabnya mengapa aku tidak bisa berangkat ke Taiwan dengan beberapa konfrater lain. Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa dari antara kita seharusnya melanjutkan formasi baru di Taiwan. Akan tetapi kami harus menundanya karena situasi yang tidak memungkinkan pada waktu itu.

Kalau bisa berkata jujur, aku sebenarnya tidak bisa berharap banyak untuk berangkat sesegera mungkin ke Taiwan. Di sela-sela waktu yang ada, aku mulai memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk untuk melanjutkan studi teologi di Filipina. Setelah memilih untuk percaya pada Kehendak Allah, aku pun menyadari bahwa hal penting yang perlu kulakukan adalah mencintai perutusan misi yang kuterima ini dengan semangat iman yang hidup agar bisa menghayati kehidupan harianku saat ini dengan penuh sukacitaku. Seperti yang dikatakan oleh Santo Guido M. Conforti dalam surat wasiatnya agar kita memiliki “semangat iman yang hidup yang memampukan kita melihat, mencari, dan mencintai Allah dalam segala sesuatu.”

Akan tetapi, menghidupi perkataan Bapa Pendiri bukanlah sesuatu yang gampang. Secara pribadi, aku juga menghadapi tantangan, terutama yang berasal dari diriku sendiri. Aku mulai merasa jenuh dan bingung karena harus menunggu kepastian dalam jangka waktu yang cukup panjang. Godaan untuk menjadi malas pun datang menghampiri. Pergolakan pribadi harus kualami dan perlahan-lahan aku mulai mengeluh tentang kondisi yang kujalani saat ini. Singkatnya, aku tidak begitu bahagia dengan situasi ini.

Karena teringat kembali pada semangat yang diturunkan oleh Bapa Pendiri, aku membawa segala perkara yang ada ke hadapan Kristus yang Tersalib. Jawaban dari-Nya tidak serta merta memuaskan diriku. Kadang juga tidak ada jawaban yang kuterima. Hingga suatu ketika, aku teringat kembali pada perkataan Dr. Yap kepadaku pada retret komunitas tahun lalu, “Ketika Tuhan berkata kepada misionarisnya ‘BERANGKAT’, maka kita pun berangkat. Ketika Dia berkata ‘TUNGGU DULU’, kita pun menunggu.” Pada akhirnya, sebagai misionaris aku harus memiliki disposisi hati seorang murid dan perlu membuka diriku pada kehendak Tuhan agar aku mampu melihat sisi baik dari situasi yang sedang terjadi dalam perjalanan hidupku saat ini.

Dari pengalaman doa ini, aku mulai belajar untuk menerima perutusan yang kuterima ini dengan penuh syukur dan memanfaatkan momen ini untuk memperbarui semangat misionerku. Dari pengalaman penundaan keberangkatan ini, aku akhirnya mengerti bahwa Tuhan menginginkan agar aku selalu terbuka pada realitas misi yang tak terduga dan siap untuk menghadapi kesulitan dan tantangan misi bisa datang kapan pun. Tapi selain itu, menghidupi misi juga berarti menghidupi kekinian dengan semangat iman yang hidup bahwa Tuhan mempunyai rencana yang lebih indah bagi perjalanan panggilanku sebagai Xaverian. Dari situlah aku memutuskan untuk tidak mengeluh lagi, tapi menghidupi masa-masa di tempatku berada saat ini dengan penuh sukacita.

Kehidupan harianku pun semakin berwarna. Aku mulai menikmati hal-hal praktis yang kiranya berguna bagi kebutuhan misi ke depan. Selain menambah pengetahuanku dalam Bahasa Inggris, aku juga mengikuti kursus mengedit video yang kebetulan cukup membantu bagi karya kerasulan online kami, terutama ketika kami mulai memasuki sistem new normal dan pertemuan fisik tidak diperbolehkan. Aku juga memanfaatkan waktu untuk mengarang lagu meski sampai saat ini masih merupakan arsip pribadi saja. Untuk mengisi waktu luang, sedapat mungkin aku mengikuti beberapa kegiatan online yang menurutku penting bagi formasiku sebagai seorang misionaris, contohnya sharing online kaum religius tentang penghayatan Injil dalam hidup sehari-hari, dialog antaragama, dan kegiatan webinar lainnya. Selain itu, aku juga mengikuti pertemuan bulanan paguyuban awam Xaverian di Filipina. 

Aku pun menerima proses ini dengan hati yang terbuka pada bimbingan Roh Kudus. Satu hal lain yang membantuku untuk berdiri tegar menghadapi situasi ini adalah kehadiran formator, pembimbing rohani dan konfraterku sekomunitas yang mau mendengarkanku, memberikan nasihat kepadaku, dan melakukan discernment bersama. Sekali lagi, aku ingin menggarisbawahi betapa pentingnya dimensi hidup komunitas dalam tahap formasi yang kujalani. Sekarang, konfraterku adalah keluarga terdekatku; tempat di mana aku membagikan berbagai macam hal, termasuk juga pengalaman yang kujalani saat ini. Aku percaya bahwa doa dan dukungan mereka turut membantuku untuk tetap tekun menapaki jalan panggilan ini. Maka, pada kesempatan ini, aku juga ingin mengungkapkan rasa terima kasihku kepada konfraterku yang tinggal satu atap denganku saat ini. Demikian pengalaman yang bisa kubagikan untuk kalian semua, konfraterku terkasih. Kita satu dalam doa.

Friwandi Nainggolan sx


Amar la misión “con espíritu de viva fe”

Soy un cohermano javeriano que viene de Indonesia. Después de profesar mis primeros votos en nuestra Casa del Noviciado (Bintaro) en 2016, hice mis estudios de filosofía en Yakarta durante tres años. En este momento, estoy viviendo en nuestra Casa del Teologado en Manila para estudiar inglés como preparación para la próxima etapa de mi formación. Se suponía que el año pasado tenía que haber salido para Taiwán, pero se canceló todo debido a la pandemia del covid-19. En este artículo, deseo compartir mi experiencia sobre cómo vivo la consagración misionera durante este precioso momento después de que pospusimos la partida para Taiwán.

En primer lugar, puedo decir que el tiempo pasa muy rápido. La pandemia de covid-19 ha azotado a Filipinas durante más de un año. A veces, todavía no creo que haya sucedido esta situación; todas las cosas que ya habían sido planeadas fueron totalmente cambiadas. Se cancelaron muchas cosas, incluidas algunas asignaciones a la misión. En mi caso, también ésta fue la razón por la que no pude ir a Taiwán con otros cohermanos. Como sabemos, se suponía que algunos de nosotros continuaríamos la formación en Taiwán. Sin embargo, tuvimos que suspender todo porque la situación no nos dejaba partir.

Honestamente, no esperaba partir hacia Taiwán inmediatamente. Por ello y mientras tanto, comencé a pensar en muchas posibilidades que podrían darse, incluida la posibilidad de continuar mi programa de teología en Filipinas. Sin embargo, habiendo decidido creer en la voluntad de Dios, he entendido que lo importante que tengo que hacer es amar esta misión con espíritu de fe viva y, así, vivir el momento presente con alegría. Como dijo San Guido M. Conforti en la Carta Testamento, debemos tener “un espíritu de fe viva que nos haga ver a Dios, buscar a Dios y amar a Dios en todas las cosas”.

Sin embargo, vivir las palabras del Fundador no ha sido fácil en ese primer momento. Personalmente, también estaba enfrentando algunos desafíos, especialmente los que venían de mí mismo. Me sentía abrumado y confundido porque había que esperar la decisión durante tanto tiempo. La tentación de ser perezoso también fue uno de los desafíos que enfrenté. Por otra parte, la lucha personal aumentó dentro de mí y comencé a quejarme de la situación por la que estaba pasando. En pocas palabras, no estaba realmente feliz a causa de tal situación.

Volviendo nuevamente al espíritu transmitido por nuestro Fundador, llevé todo a Jesús Crucificado. En ese momento, no recibí directamente ninguna respuesta a mi oración. A veces, no sabía qué hacer después de terminar mi oración. No tenía ninguna inspiración… hasta que un día, recordé lo que el Dr. Yap (un maestro en LST) me dijo durante nuestro retiro el año pasado: “Cuando Dios le dice a Su misionero “VE”, entonces vamos; pero cuando Dios dice “ESPERA”, entonces hemos de esperar”. Al final, como misionero debo tener una disposición de discípulo y abrirme a la voluntad de Dios para poder ver lo bueno de esta situación.

Desde entonces, he aprendido a aceptar esta decisión con corazón agradecido y a aprovechar este precioso momento para renovar una vez más mi espíritu misionero. A partir de esta experiencia de no poder ir a Taiwán, finalmente entendí que Dios quería que siempre estuviera abierto a la realidad impredecible de la misión y que estuviera listo para enfrentar otras dificultades y desafíos que pudieran venir. Además, vivir la consagración misionera también significa vivir el momento presente con espíritu de fe viva, creyendo que “Dios tiene un plan mejor para mi camino vocacional como javeriano”. A partir de ese particular momento, decidí no quejarme más, sino vivir con alegría cada momento del día en la comunidad a la que pertenezco.

Mis días se volvieron coloridos y disfruté haciendo algunas cosas prácticas que pueden ser útiles para las necesidades de la misión. Además de mejorar mi habilidad en inglés, también tomé un curso en línea sobre edición de videos, lo cual ha sido útil para nuestro apostolado en línea, especialmente después de que comenzamos a vivir en la nueva normalidad donde no se permiten reuniones físicas. Otra cosa que he hecho es componer algunas canciones que aún se guardan en un archivo personal. Para llenar mi tiempo libre, siempre que me fue posible, he seguido algunas actividades en línea que son importantes para mi formación como misionero, por ejemplo: el encuentro virtual de los religiosos sobre cómo ponemos en práctica la Palabra de Dios; diálogo interreligioso; y otros webinars. Además de eso, también me uno a la actividad mensual de los Laicos Javerianos en Filipinas.

Finalmente, he aceptado este proceso con un corazón abierto a la conducción del Espíritu Santo. Otra cosa que me ayuda a afrontar esta situación es la presencia de mis formadores, mi director espiritual y mis hermanos que me escuchan, me dan algunos consejos y hacemos el discernimiento juntos. Por último, pero no menos importante, aquí me gustaría subrayar una vez más la importancia de la dimensión comunitaria en mi formación. Ahora mis hermanos de comunidad son mi familia más cercana con quienes puedo compartir muchas cosas, incluida esta situación. Y creo que sus oraciones y también su apoyo me mantienen en movimiento hasta ahora. Por eso, a través de este compartir, me gustaría expresar también mi agradecimiento a los cohermanos que viven bajo el mismo techo conmigo.  

Esta es la experiencia que puedo compartir con todos ustedes, mis queridos cohermanos.

Unidos en la oración.

Friwandi Nainggolan sx


Amare la Missione con “Spirito di Viva Fede”

Sono uno studente saveriano che viene dall’Indonesia. Dopo la mia prima professione nella casa del noviziato a Bintaro nel 2016, ho frequentato per tre anni il corso di filosofia a Jakarta. Al presente, mi trovo nella comunità di teologia di Manila dove studio l’inglese in preparazione alla mia prossima tappa formativa. L’anno scorso dovevo partire per Taiwan, ma la partenza è stata cancellata a causa della pandemia di Covid-19. In questo scritto, vorrei condividere la mia esperienza di vita religiosa e missionaria durante questo momento prezioso che è seguito alla posticipazione della mia partenza per Taiwan.

Innanzitutto, potrei dire che il tempo passa davvero velocemente. La pandemia di Covid-19 ha già colpito le Filippine da più di un anno. Alcune volte stento a credere che questa situazione sia potuta accadere e che tutto ciò che era stato pianificato abbia subito uno stravolgimento generale. Molte cose sono state cancellate, incluse alcune destinazioni alla missione. Nel mio caso, la pandemia è stata il motivo per cui io ed altri fratelli non abbiamo potuto andare a Taiwan. Molti sapranno che per alcuni di noi era prevista la continuazione della formazione a Taiwan. Ebbene, abbiamo dovuto sospendere ogni cosa per via di questa situazione che non ci lascia andare via.

Ad essere onesti, non avevo molta speranza di partire subito appena possibile.  Nel frattempo, avevo cominciato a pensare a molte altre possibilità che avrebbero potuto prendere forma, inclusa quella di continuare il mio programma di studi teologici nelle Filippine.  Avendo deciso di credere nella volontà di Dio, sentivo che per me la cosa importante da fare è di amare la missione con spirito di viva fede così da vivere il momento presente nella gioia. Un po’ come disse San Guido M. Conforti nella Lettera Testamento, noi dovremmo avere “uno spirito di viva fede che ci faccia veder Dio, cercar Dio, amar Dio in tutto.”

Però vivere queste parole del Fondatore non è stato facile durante quei momenti. Personalmente, stavo affrontando alcune sfide, specialmente quelle che sorgevano dentro di me. Ho sperimentato la noia e la confusione perché ho dovuto aspettare per un bel po’ di tempo decisioni che mi riguardavano. La tentazione di impigrirmi è stata una delle sfide che ho dovuto affrontare. Inoltre, la lotta interiore è cresciuta in me e ho cominciato a lamentarmi delle circostanze attraverso cui dovevo passare. Detto in modo semplice, non ero davvero felice a causa di questa situazione.

Ritornando allo spirito indicatoci dal Fondatore, in quei momenti ho presentato ogni cosa a Gesù Crocifisso. Non ricevevo nessuna risposta diretta alla mia preghiera e, a volte, non sapevo che fare dopo aver finito di pregare. Non mi veniva data nessuna luce, finché, un giorno, mi sono ricordato di ciò che il Dottor Yap (un insegnante del LST) mi disse durante il nostro ritiro spirituale dello scorso anno: “Quando Dio dice al suo missionario ‘Va!’, allora noi andiamo. Ma quando Dio dice ‘Aspetta!’, allora noi dobbiamo aspettare.” Alla fine, in quanto missionario, devo avere la disposizione del discepolo e aprirmi alla volontà di Dio così da poter anche intravvedere le cose buone in questa situazione.

Da allora, ho imparato ad accettare questa decisione con cuore grato e ad approfittare di questo momento prezioso per rinnovare ancora una volta il mio spirito missionario. Alla fine, dall’esperienza di non riuscire a partire per Taiwan ho capito che Dio mi voleva sempre aperto all’imprevedibile realtà della missione e pronto ad affrontare altre difficoltà e sfide che possano presentarsi in futuro. Inoltre, vivere la consacrazione missionaria significa vivere il momento presente con uno spirito di viva fede in “Dio che ha in mente un piano migliore per il mio cammino vocazionale saveriano.” È stato proprio da quel momento che ho deciso di non lamentarmi mai più, ma di vivere con gioia ogni momento quotidiano nella comunità a cui appartengo. 

I miei giorni sono diventati colorati ed io ho fatto con piacere molte cose pratiche che possono diventare utili ai fini della missione. A parte l’affinare la mia conoscenza della lingua inglese, ho anche seguito dei corsi in rete sul montaggio dei video, conoscenze che sono state utili per il nostro apostolato in rete, specialmente quando abbiamo cominciato a vivere in una ‘nuova normalità’ in cui non sono permesse riunioni in presenza. Un’altra cosa che ho fatto è stata di comporre alcune canzoni che conservo ancora nel mio archivio personale. Per riempire i miei tempi vuoti, quando è stato possibile, ho sempre seguito alcune attività in rete che fossero importanti per la mia formazione missionaria; per esempio, dei meeting virtuali di persone religiose su come mettiamo in pratica la Parola di Dio, o sul dialogo interreligioso e altri incontri in rete. Inoltre, ho partecipato alle attività mensili dei laici saveriani nelle Filippine.

In conclusione, accolgo questo cammino con cuore aperto alla guida dello Spirito Santo. Un'altra cosa che mi aiuta ad affrontare questa situazione è la presenza dei miei formatori, del mio direttore spirituale e dei miei fratelli che mi ascoltano, mi consigliano e con cui facciamo un discernimento comune. Ed infine, ma non meno importante, vorrei qui sottolineare ancora una volta l’importanza della dimensione comunitaria nella mia formazione. In questo momento, i miei fratelli di comunità sono la mia famiglia più vicina, coloro con cui posso condividere molte cose, inclusa questa situazione storica. Credo che siano state anche le loro preghiere e il loro supporto ad avermi aiutato a continuare ad andare avanti fino ad oggi. Dunque, approfitto di questa occasione particolare per esprimere la mia gratitudine ai miei confratelli con cui vivo sotto lo stesso tetto. Questa è la mia esperienza personale che ho voluto condividere con tutti voi, amati confratelli. Uniti nella preghiera.

Friwandi Nainggolan sx

Friwandi Nainggolan sx
23 Avril 2021
2134 Vues
Disponible en
Mots clés

Liens et
Téléchargements

Zone réservée à la famille Xaverienne.
Accédez ici avec votre nom d'utilisateur et votre mot de passe pour afficher et télécharger les documents réservés.